Ini adalah true story dimana peristiwa ini terjadi sekitar 7 tahun yang lalu. Saya akan menyamarkan nama-nama karakter maupun tempat yang akan kulibatkan dalam cerita ini, jadi kalau ada nama karakter yang sama dengan cerita ini, Saya mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Perkenalkakan Saya seorang pria lajang bernama Indra dengan tinggi badan 172 cm dan berat 68 kg, berpenampilan lumayanlah untuk sekedar memikat para wanita. Saya sejak usia 20 tahun sudah hidup berdikari. Saya kuliah (sekarang sudah lulus) dan bekerja. Saya bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupku, baik untuk makan, bayar kuliah, atau sekedar untuk bersenang-senang.
Di suatu hari selepas kuliah kira-kira pukul 18:45 Saya langsung memacu motorku ke tempat nongkrong di gang Bangau di Senen. Di sana kehadiranku sangat diharapkan karena Saya agak ngocol kalau diajak bercanda.
“Hei dra acara lo kemana nih ntar malam,” sapa seorang teman sesampainya di sana.
“Gak Tau Ben (benny) gue bingung nih, gue sih bisa kemana aja, emangnya anak-anak pada mau kemana?”
“Tau tuh. Tapi si Franki ngajakin nyodok (istilah main bilyard). Mau nggak Dra?” kata Benny.
“Gue mah boleh aja tapi anak-anak yang lain mau nggak?”
“Dra, anak-anak sih mau soalnya wasitnya banyak yang cakep,”
“Loh mau nyodok di mana? Bukan di tempat biasa?”
“Di Coxxx.”
“O… enak nggak di sana mejanya?”
“Lebih enak lagi,” Kata si monyet temanku.
“Ya udah kalo anak-anak mau sih.”
Akhirnya kami semua berangkat ke lokasi. Sesampainya di sana kami langsung mencari meja kosong. Tentunya satu meja untuk beramai-ramai (yang kalah main ganti orang biar agak irit mainnya). Saya melihat sekeliling ruangan. Bagus juga tempatnya. Memang sih wasitnya cakep-cakep. Sambil melihat-lihat, Saya menangkap sesosok wajah yang boleh dibilang paling cantik sih dibanding wasit yang lainnya di tempat itu.
“Hei Indra giliran elo tuh…”
“Ha eh sorry lagi liat-liat nih,” kataku.
Setelah Saya memukul bola, kudekati wasit yang sedang menghitung di meja kami.
“Mbak, wasit yang itu namanya siapa sih?” sambil menunjuk sosok cantik yang kulihat tadi.
“Kenapa tanya wasit itu? Cakep kan?”
“Iya sih boleh juga.”
“Cika namanya. Kenapa naksir ya?”
“Nggak,” kataku.
“Kamu kayaknya baru sekali yach dateng ke mari (tempat bilyard maksudnya).”
“Iya…”
“Makanya sering-sering dong kemari.”
Aku tersenyum sambil menjawab, “Iya deh…!”
Keesokan harinya Saya balik lagi ke sana. Sama anak-anak lagi. Tentunya menunggu wasit yang bernama Cika itu. Dan akhirnya bisa juga diwasitin sama si Cika. Wah semangat banget anak-anak mainnya. Ada juga yang menggoda. Saya lebih memilih untuk duduk diam sambil ngobrol sama Cika sambil mengomentari anak-anak yang bermain bilyard. Sambil mengomentari anak-anak main, diam-diam Saya melihat lekuk tubuh Cika. Dia badannya bagus. Terlihat dari kaos ketat yang dia pakai.
Dengan ukuran payudara sekitar 34B. Pinggulnya juga tidak terlalu besar. Yah ideal lah untuk seorang wanita. Dan yang lebih wah lagi ternyata Cika merupakan wasit primadona di sana. Jadi banyak juga pemain bilyard yang mau mengincar dia, baik diwasitin, ataupun yang lain. Ya temasuk Saya juga sih. Akhirnya kami ngobrol. Saya bertanya macam-macam, tentunya pura-pura kenalan dulu sekedar basa-basi.
“Cika,” katanya (sambil berjabat tangan).
“Indra. Kamu udah lama jadi wasit di sini?” Saya membuka percakapan.
“Hmm.. lama juga. Hampir 8 bulan.”
“Wah lumayan juga yach.”
“Iya.”
“Kamu umur berapa Cik?”
“Baru 20,” katanya.
“Kamu?” dia balik bertanya.
“Udah 23 (umur saya saat itu). Kenapa?”
“Ah nggak pa-pa. Kamu kayaknya baru-baru aja yach main di sini.”
“Iya. Kok tau?” kataku.
“Iya nggak pernah keliatan,” sambil tersenyum.
“Sering-sering dong kemari,” katanya.
“Wow pasti, soalnya ada Cika sih.” dia cuma tersenyum.
Berawal dari obrolan itu akhirnya Saya sering main bilyard di situ, dengan Cika sebagai wasit tentunya. Terkadang Saya pun sering menawarkan sesuatu seperti minuman atau makanan (di luar gedung suka banyak orang yang jualan). Di samping itu Saya pun berniat untuk mendapatkan dia. Yah untuk iseng aja soalnya Saya dulu suka sekali nyobain perempuan-perempuan baik perempuan baik-baik maupun yang nakal.
Tapi setelah kupikir, saingannya banyak juga karena yang bermain di sana matanya pasti melihat ke Cika. Tatapan mereka pun bukan sekedar tatapan biasa tetapi bagaikan tatapan seekor singa yang sedang mengincar seekor domba. Saya sih cuek aja soalnya Saya menganggap ini suatu kompetisi. Namanya juga lagi usaha. Jadi kalau dapat syukur nggak dapat ya udah. Lagi pula Cika sepertinya memberikan lampu hijau kepadaku kalau dilihat dari sikapnya setelah beberapa kali Saya datang dan diwasitin olehnya.
Setelah melihat sikap Cika seperti itu, Saya mencoba untuk berbicara kepadanya (berbicara serius tentunya).
“Eh Cika, kayaknya Saya suka nih sama kamu.” rayuku gombal.
“terus memangnya kenapa..?” tanyanya.
“Kita jadiin yuk! mau ngak kamu…”
Dia dia sejenak.
“Kenapa?” Tanyaku, “Ada yang marah yach?”
“Nggak. Siapa yang marah!?”
“Nggak… siapa tau aja..” kataku, “Jadi mau nih….”
“Hmmm,” sambil mengangguk.
“Yes!” kataku dalam hati.
Kami pun akhirnya resmi pacaran. Tapi Saya tidak menganggap serius. Cika pun kukira begitu. Jadi sekedar have fun saja. Kebetulan, dalam hatiku. Setelah kejadian tersebut Saya jadi lebih sering datang ke sana terutama malam. Terkadang Saya datang sendiri, terkadang bersama Benny, terkadang rame-rame. Yah sekedar setor muka sekalian ngobrol-ngobrol. Jika Cika tidak ngewasitin kita, setelah selesai ngewasitin meja lain dia langsung ke meja kami.
Aku pun terus berpikir, “Gile nih Dea… Body oke… gue udah bisa jalan sama dia… masa sih gue ngak bisa ngedapetin tubuhnya!” Sampai suatu malam kucoba mengajak dia untuk main ke tempatku (kebetulan Saya kost waktu itu).
“Eh Cika, acara kamu kemana selesai tugas?”
“Nggak ke mana-mana kok.”
“Main ke tempatku mau?”
“Mmm (sambil berpikir) boleh…”
Yes lagi dalam hatiku. Akhirnya dengan membonceng dia, kuajak Cika ke tempat kost-ku yang lumanyan jauh jaraknya.
“Yah beginilah tempat bujangan,” kataku membuka pembicaraan sesudah sampai di tempat kost-ku.
“Lumayanlah buat ukuran kamu yang masih sendiri. Eh Dra, ngomong-ngomong ada yang marah nggak Cika kemari?” sambil tesenyum.
“Nggak kok,” kataku.
“Ah masa sih? Cika nggak percaya..”
“Bener lagi (kebetulan Saya masih single waktu itu), kenapa emangnya?”
“Ah nggak apa-apa kok,” kata Cika.
“Cika mau minum apa? teh manis yach?” kataku.
“Boleh…”
Kemudian Saya mulai merebus air dan membuatkan teh manis untuk Cika. Sesudah selesai Saya membuatkan teh manis untuknya, kami mengobrol kembali dan ternyata Cika sudah tiduran di kasur busa ruangan kost-ku. Sambil menaruh cangkir teh di meja, Saya mencoba untuk memeluknya. Ya ampun… si junior mulai bereaksi juga nih. Soalnya dia sexy sekali.
Apalagi waktu dia tiduran roknya agak tersingkap sehingga terlihat sedikit kulit mulus di balik roknya. Dengan sedikit senyum di wajahnya, dia menginginkan Saya tidur di sebelahnya. Aduh mak.. bingung juga nih. Soalnya dia lebih agresif, diluar perkiraanku sih. Padahal Saya ada rencana untuk memulainya.
Tanpa menunggu lama lagi kubikin remang-remang ruangan di kamar kost-ku. Lalu Saya tidur di sebelahnya. Deg-degan juga sih rasanya. Kemudian tanpa dikomando kami memulai saling berhadapan. Nggak tahu juga kenapa bisa bersamaan mulainya. Dia mulai memelukku kemudian Saya memulai mencium keningnya.
Lalu dia langsung membalas mencium leherku dan tanpa basa-basi lagi Saya menyambar bibirnya yang mungil. Kemudian kami langsung berciuman dengan saling mengulum lidah kami. Gila! dalam hatiku. Nih cewek jago juga ciumannya. Kemudian dia membuka bajuku dan menempelkan lagi bibirnya di leherku. “Ssshh..” dengan lincahnya dia memainkan lidahnya di antara leher dan sekitar belakang telingaku.
“Sshhh… eh Cika..”
“Hemm.. kenapa lagi Say?” katanya terkejut.
“Nggak ada cupang-cupangan yach?”
Kemudian dia langsung menyambarkan lagi bibirnya dengan sedikit bernafsu. Busyet deh. Saya menggeliat sedikit sambil menghindar dan Cika tersenyum.
“Iya deh… Nggak dicupang.”
“Suer lho gue kan malu…”
“Emang gue pikirin?” katanya.
Setelah selesai berbicara Saya langsung menyambar bibirnya. Kemudian tanganku berusaha melepaskan kaitan bra tanpa membuka busananya terlebih dahulu. Terbuka juga. Saya langsung mengarahkan tanganku ke payudaranya. Gile bener.. 34B, ukurannya pas segenggam. Kemudian Saya memainkan puting susunya. “Mmmhh.. sshhh..” desisnya. Melihat kelakuanku dia sadar juga. Akhirnya dia membuka baju yang dia kenakan malam itu, dan langsung menjulanglah dua gunung yang indah menantang itu. Dia rupanya sudah mulai terangsang.
Kemudian kuarahkan mulutku ke arah puting payudaranya, lalu kulumat puting susu yang ranum itu secara perlahan tapi pasti. Kujilat sekeliling puting susunya. “Mmmhh…” Dan dia pun sedikit mengejang. Mungkin akibat rangsangan yang ditimbulkan dari kuluman lidahku terhadap puting susunya. Sambil mengalungkan tangannya ke leherku, terkadang menjambak rambutku.
“Ssshh.. aahh.. mmhh..” dia terus menikmati permainan lidahku terhadap putingnya. Tanpa terasa batang kemaluanku pun telah berdiri tegap. Terus terang pembaca, rasanya Saya juga sudah mau keluar juga. Atas dasar itu Saya menghentikan permainan lidahku dan langsung berbaring sebentar di sebelahnya. “Cika… nyantai dulu yah. Jangan terlalu nafsu. Saya kayaknya udah diujung nih.” Tanpa perkataan dia terus mengarahkan bibirnya ke puting susuku dan memainkan lidahnya.
Sedikit menggeliat tubuhku karena menahan gejolak yang amat sangat. “Mmhh aahh..” Dia kemudian memainkan lidahnya dari dadaku sampai ke pusar. “Bener-bener deh nih cewek,” dalam hatiku. Sambil terus memainkan lidahnya bak mandi kucing, dia mulai membuka celana yang kupakai dan, “Ups…” batang kemaluanku sudah menjulang agak miring sedikit. Sambil terus menjilati, dia memainkan batang kemaluanku. Dia begitu agresif. Akupun tidak mau ketinggalan untuk melawan agresifnya.
Aku pun mulai memainkan payudaranya lagi, dia tetap menjilati seluruh tubuhku. Karena posisinya agak nungging Saya mencoba untuk memasukan tanganku ke dalam roknya. Tapi tanganku ditepis. “Lho..” dalam hatiku. Tanganku dipegang olehnya dan kemudian dia merubah posisinya menjadi agak tiduran.
Kemudian dia berbicara, “Dra, Cika aja yach yang puasin kamu..”
“Lho kenapa?” Saya bertanya keheranan.
“Lagi M (mens) nih sorry nih…”
Ya ampun kecele deh gue. Sambil tersenyum Saya mengangguk.
“Ya udah ngak apa-apa kok, lain kali aja yach Indra puasin kamu.”
Dia mengangguk. Lalu dia melanjutkan memainkan lidahnya. Tapi batang kemaluanku… ya ampun… rupanya tidak bisa menerima kenyataan ini.
“Lho Dra, kenapa?” tanya Cika.
“Marah nih si junior,” kataku sambil tersenyum, dan Cika pun tersenyum sampai akhirnya kami berciuman dan tidur bersama menghabiskan malam itu dengan penuh kejutan-kejutan yang yang membuat kami saling tersenyum.
Tentu saja hatiku sedikit dongkol. Ya gimana nggak dongkol, udah diujung tapi doi lagi palang merah, pusing.. pusing..!
Setelah peristiwa malam itu Saya sering mengantar Cika pulang walaupun harus bela-belain berangkat dari tempat kost-ku. Sampai tiba saat yang dinantikan yaitu ketika dia ada waktu dan mau main ke tempat kost-ku. Kejadian sama seperti yang lalu. Kali ini Cika tampil lebih sexy dengan kemeja dan span. Setelah sampai di tempat kost-ku, Saya langsung memeluknya dari belakang dan menciumi leher dan belakang telinganya. Sambil tetap memeluk dia Saya bertanya, “Lagi M (mens) nggak Non?” tanyaku.
“Nggak…” jawabnya mesra.
Kemudian dia berbalik dan bibir kami pun beradu dan saling memainkan lidah kami. “Mmmh… sss.. mmhh..” sambil terus kami berkuluman lidah, tanganku mulai membuka kancing kemeja yang dia pakai dan tanganku pun langsung membuka pengait BH-nya. Dan menjulanglah buah dadanya. Sambil meremas-remas Saya mengarahkan bibirku di puting payudaranya.
Langsung Saya mengulum puting payudaranya. Terkadang Saya memainkan dengan jariku sehingga dia agak menggeliat-geliat. Sampai akhirnya kupapah dia ke kasur. Lalu Saya membuka baju dan celanaku sehingga yang tersisa hanya celana dalam saja. Tentu saja si junior sudah ngecap di situ sampai nongol segala, seperti lagi ngintip.
Kemudian dia pun membuka kemejanya dan rok spannya. Setelah dia membuka kemejanya Saya langsung menjilati sekujur tubuhnya. “Mmmh.. sshh.. ahh..” Cika mendesah sambil terus Saya memainkan lidahku. Saya kemudian membuka celana dalam Cika karena yang tertinggal hanyalah itu. Kemudian Saya melihat kemaluannya yang ditumbuhi bulu-bulu kecil. Terkesan sensual sekali memang.
Kemudian Saya merubah posisiku agar Saya dapat juga melihat lebih jelas, kalau perlu menjilati kemaluannya. Saya mencoba untuk mengangkangkan kedua kakinya. Alamak… mungil sekali daging yang berwarna pink pucat itu. Kemudian tanpa aba-aba lagi langsung Saya melabrak benda kecil itu. Saya menjilatinya sampai di sela-sela klitorisnya. Dia pun tidak kuasa menahan kenikmatan yang tiada tara tersebut. Saya terus memainkannya sambil menjilati cairan-cairan pelumas yang sudah membanjir sejak tadi.
“Dra, eh ya udah dong, Cika udah becek banget nih,” bisiknya sambil dia memutar tubuhnya untuk mendapatkan batang kemaluanku. Melihat itu Saya langsung saja mengakhiri acara menjilati kemaluannya. Saya membiarkan dia menjilati seluruh tubuhku. Tentunya dengan rangsangan yang sangat hebat yang sedang menerpa dirinya.
“Mmmhh… sshhh…” dia mulai memasukkan batang kemaluanku ke dalam mulutnya. “Sshhh.. ahhh.. mmhhh..” Saya menaikkan sedikit pantatku sehingga batang kemaluanku agak masuk ke dalam mulutnya. “Aaahh… ssshh..” dia pun mengocok batang kemaluanku dangan menggunakan mulutnya. Bernafsu sekali. “Mmmpp.. mmpppp… mmmhhh..” sambil memainkan jariku di kemaluannya, ia mendesah kembali. “Ahhh… ssshh…”
“Oh Dra, masukin yach… Cika udah nggak tahan nih.”
Aku melihat dirinya seperti hampir dilanda gelombang orgasme yang hebat. Akhirnya dia pun menuntun batang kemaluanku ke dalam liang senggamanya (saat itu posisiku di bawah). “Blesss…” Karena dia sudah basah sekali, Saya pun merasakan licinnya batang kemaluanku ketika mulai menembus liang kewanitaannya. “Ahhh… sshhh… kamu hebat Dra.” Saya diam saja sambil mengimbangi goyangannya. “Ssshh.. ahhh.. ssshh.. Indra Saya keluar.” Benar Saya merasakan batang kemaluanku hangat di dalam liang senggamanya.
Kemudian dia lemas. Saya menyuruh dia untuk posisi di bawah. Akhirnya Saya menghujamkan lagi batang kemaluanku ke dalam liang kewanitaannya. “Eeeaahhh…” Saya menggoyangkan pantatku naik-turun dengan kakinya yang kukangkangkan. Saya merasakan dia akan orgasme lagi.
Sambil menggigit bibir bawahnya dia menatapku penuh harap supaya Saya memuncratkan cairan kejantananku. “Ssshh.. aahhh… sabar yach Cika,” Saya terengah-engah, “Sebentar lagi..” Saya menggoyangkan pantatku secara cepat dan akhirnya… “Ssshhh.. ahhh.. uuhhh..” Saya menekan batang kemaluanku di liang kewanitaannya. “Aaahh..” Saya langsung mencium keningnya dan dia memelukku sambil berucap kecil, “Aku sayang kamu Dra, kamu hebat.” Saya hanya diam saat itu.
Akhirnya kami pun melakukannya setiap ada kesempatan. Sampai pada akhirnya dia tidak bekerja lagi di Coxxx, dan Saya pun tidak tahu lagi keberadaannya. Saya sudah mencoba bertanya kepada teman-temannya yang ada. Mereka hanya bilang, Cika ada masalah keluarga. Harus pulang mendadak. Sampai saat ini pun Saya tidak pernah bertemu Cika lagi, kemana Saya harus mencari. Saya tidak tahu lagi. Saya coba telepon tempatnya. Ya katanya sama, sudah pulang kampung.

Akhirnya ini hanya menjadi kenangan di mana Saya selalu teringat dengan Cika jika sedang melewati tempat main bilyard Coxxx. Sekarang Saya sudah berkeluarga. Biarlah ini menjadi kenangan yang tidak akan pernah kulupakan, karena dengan sedikit kegigihan Saya berhasil mendapatkan seorang Cika yang ternyata dia adalah seorang wasit primadona dan diperebutkan oleh laki-laki lain bak sebuah kompetisi.
 
Top