Sebut saja namaku Bowo, aku adalah suami dari seorang istri yang menurutku sungguh sangat sempurna. Namun begitu sebagaimana layaknya sebuah pepatah, rumput tetangga sangatlah segar, itu yang berlaku dalam kehidupanku. Walaupun pelayanan yang kuterima dari istriku sungguh tidak kurang suatu apapun, masih juga terlintas dalam anganku fantasi yang menggairahkan setiap kali Tante Maya lewat di depan rumah.
Tante Maya adalah seorang pengusaha Garment yang cukup ternama di kota Solo. Kalau tidak salah tafsir, usianya sekitar 38 tahun, sementara suaminya adalah pemilik sebuah penginapan di Pantai Senggigi Pulau Lombok.
Barangkali karena lokasi usaha pasutri ini yang berjauhan, mungkin itulah penyebab mereka sampai sekarang ini belum dikaruniani momongan. Tapi sudahlah, itu bukan urusanku, karena aku hanya berkepentingan dengan pemilik betis kaki yang berbulu halus milik Tante Maya yang selalu melintas dalam setiap fantasi seksku.
Kalau menurut penilaianku betis kaki Tante Maya bak biji mentimun, sementara gumpalan buah dada, pantat maupun leher Tante Maya sangatlah sejuk kurasakan seiring dengan air liurku yang tertelan dalam kerongkonganku.
Sore.., sehabis kubersihkan motor tiger 2000-ku, terlihat Tante Maya keluar dari mobil. Saat itulah sejengkal paha putih di atas lutut tertangkap oleh mataku tidak urung kelaki-lakianku berdenyut juga. Lamunanku buyar oleh panggilan istriku dari teras samping. Sesuai rencana, aku akan mengantar istriku untuk berbelanja ke pasar untuk membeli oleh-oleh yang akan dibawa pulang ke Kalimantan (perlu kujelaskan di sini, istriku berasal dari Kalimantan Selatan).
Malam terakhir sebelum keberangkatan istriku beserta putra putriku ke Kalimantan sungguh suatu malam yang menggairahkan buatku. Bagaimana tidak, setelah sekian minggu tidak pernah kulihat istriku minum ramu-ramuan anti hamil, malam ini dia kulihat sibuk di dapur mengaduk dua buah gelas jamu, satu untuknya satu untukku. Anak-anak asyik main video game di ruang keluarga di temani Ryan adikku.
Kode rahasia dari kelopak mata istriku mengajakku masuk ke kamar tidur. Setelah mengunci pintu kamar, aku duduk di kursi sambil mengupas apel, sementara istriku yang mengenakan gaun tembus pandang sedang meletakkan dua buah gelas berisi rahasia kedahsyatan permainan ranjangku di meja di dekatku. Tonjolan payudara yang amat terawat bagus itu menyembul tepat di depan mataku. Pembaca yang budiman, cita rasa hubungan seksku adalah menarinya Santi istriku mengawali kisah ranjang.
Setelah kuminum jamu, aku mendekati Santi sambil memandangi dari ujung kaki sampai ujung rambut panjang sebahunya perlahan kutelusuri. 15 menit sudah berlalu, Santi mulai melepas satu persatu pakaiannya hingga akhirnya tinggal BH dan celana dalamnya yang menutupi point penting persembahan untukku. Kudekap Santi sambil kucium mata indahnya, desahan napas terasa hangat terhembus di helaian bulu dadaku. Lidahku yang terjulur memasuki mulut Santi dan perlahan bergerak memutari langit-langit rongga mulut istriku. Balasan yang kurasakan sangatlah hangat menggetarkan bibirku.
Tangan Santi yang melingkari tubuhku bergerak melucuti bajuku. Sementara jilatan lidahku mampir mendarati leher yang putih bergelombang bak roti bolu itu. Jilatanku pindah ke belakang leher dan daun telinganya. Pelukanku memutar ke belakang diikuti belaian tanganku memutari gumpalan payudara yang semakin mengeras.
Tidak urung telapak tanganku semakin gemetaran, kuremas halus payudara Santi dengan tangan kananku sementara tangan kiriku meraba dan mengusap sekujur pusaran. Santi mendesah-desah sambil memegang klitorisnya. “Ouch.., uhh. Mas antar aku ke puncak sanggama buat sanguku pisah tiga minggu denganmu..!” permohonan Santi memang selalu begitu setiap bersetubuh.
“Janganlah terlalu banyak bicara Santiku, lebih baik kita nikmati malam ini dengan desah napasmu, karena desah napas dan erangan kepuasanmu akan membuatku mampu mengantarmu ke puncak berulang-ulang. Kau tahu kan penyakitku, semakin kau mengerang kenikmatan semakin dahsyat pacuan kuda kontolku,” jawabku. “Aacchh.., huuhh.., hest..!” desah napas Santi keluar sambil kedua tangannya memeluk wajahku dan perlahan menuntunnya menelusuri titik-titik kenikmatan yang kata orang titik kenikmatan perempuan ada beratus-ratus tempatnya.
Memang sampai saat ini aku tidak pernah menghitung entah ada berapa sebenarnya titik itu, yang jelas menurutku tubuh perempuan itu seperti permen yang semuannya enak dirasa untuk dijilati, buktinya setiap mili tubuh istriku kujilati selalu nikmat dirasakan Santiku. Perjalanan lidahku lurus di atas vagina yang kemudian menjilat helaian bulu halus menuju Vagina.
Harum semerbak aroma vagina wanita asal Kalsel hasil dari Timung (Timung adalah perawatan/pengasapan ramu-ramuan untuk tubuh wanita-wanita asal Suku Kalimantan) membuatku menarik napas dalam-dalam. Kulumanku mendarat di bibir vagina sambil sesekali menarik lembut, membuat Santi menanggapi dengan erangan halus dan tekanan tangannya menekan kepalaku untuk semakin menelusuri kedalaman jilatan lidah mancari biji kedelai yang tersembunyi.
Gigitan halus gigiku menarik lembut klitoris merah delima. Tanpa kusadari Santi mengulurkan balon jari kepadaku, jari tengah tanganku yang terbungkus dengan balon karet pelan kumasukkan ke dalam lubang vagina Santi dan menari di dalam menelusuri dinding lubang senggamanya. “Hsstt.. uuhh.. aduduhh..!” desah napas Santi membuat kedua kakinya gemetaran, “Ayo Mas..! Sekarang..!” pintanya tidak sabar lagi.
Batang kemaluanku yang sejak tadi mengejang ditariknya menuju ring tinju persetubuhanku. Penisku memang tidak seberapa besar, namun panjangnya yang 18,3 cm ini sejak perjaka dulu kupasangi anting-anting, dan hal itu yang membuatku mampu main berulang-ulang.
Di atas ranjang Santi membuat posisi silang, posisi yang sangat dia senangi. Tanpa membuat roman tambahan, kumasukkan batang kemaluanku ke lubang vagina yang sudah siap tempur itu. “Uuch.. aacchh.. terus genjot Mas..!” desahnya. Tanpa mencabut penisku dari lubang, Santi membuat posisi balik, “Ii.. ii yaa begitu Mas teeruus..!”
Sekali lagi kelenturan hasil fitnest Santi membantu membalik posisi menungging tanpa kucabut batang kemaluanku yang masih menancap di liangnya. Dengan gerakan katrol kuhujani celah pantat Santi dengan kencang. Akhirnya,
“Uuu.. uch aa.. ach e.. ee.. enakk..!” teriakan kecil Santi membuatku semakin kencang menusuk vaginanya dengan semakin dahsyat.
“Tunggu aku San.. kita sama-sama.. oya.. oy.. yack.. uuhh..!” desahku.
Kupeluk dari belakang tubuh yang terbalut dengan peluh, terasa nikmat sekali. Akhirnya malam ini Santi kewalahan setelah mengalami orgasme sampai lima kali hingga aku telat bangun pagi untuk jogging sambil melihat tubuh indah Tante Maya lari pagi di Minggu yang cerah ini. Hari ini masuk hitungan ke tiga hari aku ditinggalkan oleh istriku pulang mudik, fantasi Tante Maya selalu hadir dalam kesepianku. Hingga tanpa kusadari pembantu Tante Maya mengetuk pintu depan rumahku.
“Pak Bowo saya ke mari disuruh Ndoro Putri minta bantuan Pak Bowo untuk memperbaiki komputer Ndoro Putri,” kata pembantu Tante Maya. Ya.. inilah namanya ‘kuthuk marani sundhuk’ (datang seperti apa yang diinginkan).
“O ya, sebentar nanti saya susul.” kusuruh Bik Ijah pulang duluan.
“Kulo nuwun..” kukethuk pintu depan rumah Tante Maya tanpa kudengar jawaban, hanya klethak.. klethok suara langkah kaki menuju pintu yang ternyata Tante Maya sendiri yang datang.
“Silahkan masuk Dik Bowo, Tante mau minta tolong komputer Tante kena Virus. Silahkan langsung saja ke ruang kerja Tante.” Tanpa berkata-kata lagi aku masuk menuju ruang kerja Tante Maya yang menurutku seperti kamar Hotel 7 (Obat Sakit Kepalaku yang sedang puyeng ngelihat lenggak-lenggok jalan Tante Maya di depanku).
Sejujurnya kukatakan aku sudah tidak karuan membayangkan hal-hal yang menggairahkan. Sambil aku menunggu Scan Virus berjalan, kutelusuri pelosok ruangan kerja Tante Maya (sengaja kuhilangkan label Tante di depan nama Maya untuk menghibur dan membuat fantasi di benakku tentang kharisma seksualitas pemilik ruangan ini). Khayalanku buyar dengan kedatangan si pemilik ruang kerja ini.
Pendek kata, sambil kerja aku di temani ngobrol oleh Tante Maya kesana kesini sampai akhirnya Tante Maya menyinggung rasa kesepiannya tanpa kehadiran anak di rumah yang megah ini.
“Dik Bowo nggak tahu betapa hampa hidup ini walau terguyur dan tertimbun harta begini tanpa kebersamaan suami dan hadirnya anak. Selain Om Jhony itu nggak bisa ngasih keturunan yang dapat memberikan kehangatan keluarga. Keadaan ini membuatku butuh teman untuk menghapus kekeringanku.” cerita Tante Maya membuat kelakianku langsung bangun. “Perkawinanku diambang kehancuran karena kerasnya mertuaku menuntut kehadiran cucu-cucu untuk mewarisi peninggalan Papanya Om Jhon. Sebenarnya jujur kukatakan Om Jhony nggak mau pisah denganku, apapun yang terjadi. Malah pernah diluar kewajarannya sebagai seorang Suami dan kepala Rumah Tangga, Om Jhony pernah memintaku untuk membuat Bayi tabung.” cerita Tante Maya tidak seratus persen kuperhatikan, karena aku lebih tertarik melihat betis biji timun Tante Maya dan pahanya tersingkap karena terangkat saat duduk di sofa.
Ternyata tanpa kusadari sebenarnya Tante Maya memancing hasratku secara tidak langsung. Walau sedikit ragu aku semakin mengarahkan pembicaraan ke arah seks. Tanpa sadar aku pindah duduk di dekat Tante Maya, dan tanpa permisi kupegang dan kuremas tangannya. Ternyata perlakuanku itu tidak mendapatkan penolakan sama sekali. Hingga akhirnya dalam posisi berdiri kudorong Tante Maya ke tembok dan kucium bibir merekah delima itu.
Dengan hasrat yang menggebu-gebu aku agak kasar dalam permainan, sehingga terbawa emosi menyerang sekujur tubuh Tante Maya yang tentunya takut ketahuan pembantu. Permainanku berhenti sejenak karena Tante Maya bergegas menutup pintu. Dan mungkin karena Tante Maya telah sekian lama kering tidak pernah disemprot air mani suaminya, dia terkesan terburu-buru. Dengan cepat dia melepas pakaiannya satu persatu hingga menyisakan BH dan celana dalamnya.
Kini aku tahu betapa indahnya rumput tetangga dan betapa dahsyatnya gairahku. Kudorong Tante Maya rebah di atas meja kerja dengan tangan kananku meremas payudaranya yang kenyal karena belum pernah melahirkan. Terasa nikmat sekali payudaranya kuremas-remas, sementara tangan kiriku melepaskan celana dalam biru lautnya. Aduh itu bulu-bulu halusnya membuatku merinding.
Tidak kuingat aku siapa Maya itu siapa.., Nilam dan Ziddan (anakku) yang sedang jauh di sana, semuanya kulupakan karena aku sudah terselimuti nafsu setan duniawi. Aku semakin menggila melumat dan menjilat, meraba serta meremas pantat Tante Maya yang sekal plus mulus terawat ini.
Tante Maya menggelinjang kenikmatan merasakan pelayananku. Vagina Tante Maya ternyata masih teramat kuat mencengkeram penisku yang membuatnya terbelalak kagum plus ngeri melihat anting-anting yang kupasang di bawah ujung kepala kemaluanku. Tante Maya tidak sabar menanti nikmatnya ditusuk pistol kejantananku. Lagi-lagi Tante Maya kelewat terburu-buru menyerangku yang akhirnya aku merasa sedang diperkosanya. Anting-anting yang maha dahsyat tergantung setia selalu bertahun-tahun kupakai terasa sakit oleh hisapan dan kuluman serta gigitan giginya.
Lidah Tante Maya berputar memutari batang kemaluanku. Aku menggelinjang tidak karuan. Pikir punya pikir inilah hasil dari pikiran kotorku selama ini, ya sudah, kunikmati saja walau sakit. Mendadak Tante Maya ganas menyerangku, didorongnya aku ke sofa, dengan posisi duduk bersandar aku menerima tindihan tubuh indah Tante Maya yang posisinya membelakangiku. Kemudian dipegangnya pistol gombyokku dan diarahkan ke vaginanya. Lalu dengan ngos-ngosan Tante Maya naik turun menekanku, ini berlangsung kurang lebih 15 menit.
Kini posisi Tante Maya menghadapku. Lagi-lagi dipegang penisku dan dimasukkan ke liang vaginanya. Nah.., ini baru membuatku merasa enak karena aku dapat dengan leluasa mengulum putingnya dan mengusap-usap bulu halus betis biji timunnya. Goyang sana goyang sini, sekarang dengan kekuatanku kuangkat tubuh Tante Maya dengan posisi berdiri. Kunaik-turunkan dan kurebahkan di sofa tubuhnya. Kutaruh kaki indah ini di bahuku, kuhujani Tante Maya dengan gesekan-gesekan tajam.
Dalam hal ini dia mulai merasa tidak tahan sama sekali, kakinya yang melingkar di bahuku semakin kencang menjepitku. Dia mengerang kenikmatan mencapai klimaks orgasme. Aku merasa heran, aku merasa belum mau keluar. Sudah berbagai posisi kulakukan, belum juga keluar. Tante Maya semakin merintih kewalahan, aku tidak mau melepaskan hujanan-hujananku. Anting-anting saktiku membantu membuatku dapat main sampai empat kali Tante Maya mengalami orgasmenya.
Hingga pada suatu ketika aku merasa mendekati pelabuhan, kubiarkan batang kemaluanku tertanam dan tertimbun bulu-bulu kemaluannya yang tidak seharum punya Santi, istriku. Tanpa sadar aku terikat kenikmatan sedang main dengan istri orang. Lalu laharku muntah di dalam vagina bersamaan dengan orgasme Tante Maya untuk yang kelima kalinya. Aku lemas dengan masih membiarkan penisku yang terbenam dan tertimbun bulu vaginanya. Aku terkulai merasa hangat di atas tubuh Tante Maya yang basah oleh keringat.
Lama-lama aku sadar, aku bangun tapi kok Tante Maya tidak bergerak. Ach.., mungkin dia tertidur kenikmatan. Kutepis anganku dari pikiran yang tidak-tidak. Aduh mak, Tante Maya ternyata pingsan. Tapi melihat seonggok tubuh montok berbulu halus, gairahku tumbuh lagi. Perlahan kujilat dari ujung kaki sampai pangkal paha dengan membalik posisi pistolku menindih wajahnya. Kukulum vagina Tante Maya sampai tiba-tiba aku kelelahan dan tertidur.
Akhir cerita, perbuatanku ini berlangsung terus tanpa setahu suami Tante Maya dan Istriku. Sampai suatu hari kutahu Tante Maya sedang hamil tua yang tidak lain karena mengandung benihku, tapi herannya hubungan Tante Maya dengan suaminya tambah mesra. Kutahu juga belakangan hari mertua maupun orangtua Tante Maya sering hadir di rumah yang letaknya di depan rumahku.
