Nama Saya Denis. Syaa mahasiswa di sebuah perguruan tinggi ternama di Surabaya. Saya adalah anak kembar (tetapi bukan kembar identik). Saudara kembar saya bernama Danis, dan dia juga kuliah di tempat yang sama dengan saya.
Sebelum kuliah di Surabaya, Danis kuliah di perguruan tinggi di Jakarta. Di sana, ia mempunyai seorang pacar bernama Santi. Setelah setahun kuliah di Jakarta, Danis dan Santi tidak betah, dan akhirnya mereka berdua pindah ke Surabaya (di universitas & fakultas yang sama).
Ketika pertama kali saya bertemu dengan Santi, saya terpana dengan parasnya yang cantik. Saya merasa Danis sangat beruntung mendapatkan pacar seorang gadis yang cantik seperti Santi. Memang, Danis bercerita bahwa Santi merupakan rebutan cowok-cowok di kampusnya (baik di Jakarta maupun Surabaya). Ketika bersalaman dengannya, saya tidak dapat melepaskan pandangan dari wajahnya yang sangat cantik dan imut itu.
Setelah perkenalan pertama dengan Santi, dia selalu terbayang dalam pikiranku. Apalagi Santi sering main ke rumah kami (o iya, saya dan Danis tinggal berdua di sebuah rumah di Surabaya). Setiap Santi datang ke rumah, saya pasti merasa deg-degan. Seakan-akan Santi adalah pacar saya sendiri (apa karena Danis dan saya kembar, jadi saya merasakan hal ini ya?). Kadang-kadang, Danis & Santi suka berduaan di kamar Danis, dan saya sering mendengar mereka cekikikan berdua di kamar. Saya jadi merasa iri dengan Danis. Saya belum pernah punya pacar sejak dulu. Memang dibanding Danis, saya anaknya agak lebih pendiam. Saya tetap punya teman-teman cewek, tapi bukan pacar.
Suatu kali, Danis sedang pergi keluar kota bersama teman-temannya untuk beberapa minggu (hampir sebulan kalau tidak salah). Santi tetap di Surabaya, karena dia mengambil semester pendek. Saya sempat merasa agak kesepian juga di rumah, karena saya hanya sendirian saja. Apalagi kalau Danis tidak di sini, berarti Santi juga nggak akan datang ke rumah saya kan?:(
Baca juga: Aku dijadikan pelacur
Nah, pada suatu siang di rumah, tiba-tiba saya seperti mendengar suara motor Santi dari kejauhan. “Ah, aku pasti terlalu merindukan kehadiran Santi”, pikirku, sampai suara motor lewat pun saya sangka suara motor Santi.
Eh, ternyata suara motor itu memang menuju ke rumahku, and guess what, itu memang Santi! Dia mengenakan kaos ketat berwarna oranye-biru, dan celana jeans ngatung yang juga ketat. Sunggu menggairahkan sekali penampilannya saat itu. Saya gembira campur bingung, kenapa Santi datang ke sini, padahal Danis kan lagi pergi?
“Halo Denis.. Sendirian aja ya di rumah? Kasian, ditinggal Danis sendirian. Pasti sepi ya?”, kata Santi sambil menuntun motornya masuk.
“Iya nih San, sendirian terus tiap hari. Kamu tumben dateng ke sini? Ada angin apa San?”
“Ini No, aku mau ngambil catetanku yang dulu dipinjem Danis. Soalnya ada perlu buat semester pendek.”
“Ooo.. kalo gitu masuk aja San. Aku kurang tau di mana Danis nyimpen catetanmu. Liat aja di kamarnya.”, jawabku lagi.
Santi pun masuk ke kamar Danis dan mencari catetannya di laci meja komputer Danis. Sepertinya dia memang sudah tau kalau Danis menyimpannya di sana. Untuk membuka laci itu, dia mesti agak membungkuk. Ketika membungkuk, bagian belakang baju kaosnya agak terangkat, dan tampaklah olehku punggungnya yang putih mulus. Wahh.. walaupun hanya sedikit yang tampak, tapi itu sudah membuat pikiranku melayang dan otomatis penisku pun ikut berdiri.
“Udah dapet nih No, catetannya.”, kata Santi kepadaku.
“Oh, di sana ternyata dia simpen ya? Oke deh. Itu aja yang perlu San?”, kataku dengan agak sedikit kecewa, karena kalau memang hanya itu tujuan dia ke sini, berarti dia udah mau balik dong..?
“Iya, ini aja. Aku pulang dulu deh ya No.”
Yaahh.., sebentar banget aku sempat ketemu dengan Santi, pikirku.:((Kemudian Santi keluar menuju motornya. Di depan motornya aku melihat dia menggantungkan sebuah tas yang agak besar.
“Bawa apaan tuh San?”, tanyaku sama Santi.
“Oh, ini? Sebenarnya setelah ini aku bukan mau pulang sih. Aku rencananya mau ke tempat temenku. Numpang mandi. Abis, air di kosku lagi habis. Sumurnya kering No. Wah, jadi ketauan deh kalo aku belum mandi nih.. Jadi malu..”, kata Santi dengan agak malu-malu.
Wah.., kesempatan nih!
“Kenapa nggak mandi di sini aja San? Airnya banyak kok di sini. Daripada repot-repot ke tempat temenmu lagi. Gimana? Mau?”, cecarku dengan penuh semangat (campur nafsu:)
“Mmm.., nggak apa-apa nih No?”, tanya Santi agak ragu.
“Nggak apa-apa kok. Bener. Suwer. Samber geledek.”, jawabku dengan sedikit bercanda.
“Ya oke deh kalo gitu. Aku numpang mandi ya..”
Yess.. Akhirnya aku punya kesempatan untuk bersama Santi lebih lama lagi.. Santi langsung masuk lagi menuju kamar mandi. Aku hanya dapat membayangkan apa yang terjadi di dalam kamar mandi itu. Aku membayangkan Santi membuka baju ketatnya, dan melepaskan celana jeansnya. Aku membayangkan bagaimana tubuh seksi Santi hanya berbalutkan BH dan celana dalam saja. Hhhmm.. penisku langsung tegang dengan sendirinya tanpa perlu kusentuh. Sedang enak-enak melamun, tiba-tiba pintu kamar mandi Santi terbuka. Oh, ternyata Santi masih mengenakan pakaiannya, tidak seperti dalam bayanganku.
“Denis, aku bisa pinjem handuk nggak? Aku lupa bawa nih. Sori ya ngerepotin.”
“Oh, nggak apa-apa. Ntar ku ambilin.”
Ketika aku memberikan handukku kepada Santi, terlihat tali BH Santi yang berwarna hitam di bahunya. Walaupun itu hanya seutas tali BH di bahu, tapi itu sudah cukup untuk membuatku berimajinasi yang bukan-bukan tentang Santi.
“Makasih ya Denis..”, wah, suaranya benar-benar bisa membuatku terbang ke langit ketujuh..
“eh, iya..”, jawabku.
Lalu Santi masuk kembali ke kamar mandi. Tak lama kemudian sudah terdengar suara cebyar-cebyur air. Aku tak dapat berhenti membayangkan tubuh Santi yang telanjang.. Kulitnya pasti mulus.., putih.., dan badannya sangat seksi sekali.. mmhh.. aku tak kuasa untuk menahan nafsuku.. Aku masuk ke kamar, dan masuk ke kamar mandiku (letaknya tepat di sebelah kamar mandi tamu tempat Santi mandi).
Di dalam kamar mandi, aku langsung melepaskan seluruh pakaianku dan mengambil sabun untuk onani. Aku memegang penisku yang sudah sangat tegang (rasanya belum pernah “dia” sebesar ini.Bayangan akan Santi benar-benar telah membuatnya sangat keras..). Dengan sedikit sabun, aku mulai meremas-remas penisku, dan pelan-pelan mulai mengocoknya maju-mundur.. mm.. aku membayangkan ini adalah tangan Santi yang mengocok penisku.. oohh Santi.. andaikan kamu mau mandi bersamaku di sini.. hhmm.. Imajinasiku telah melayang ke mana-mana. Sedang asyik-asyiknya onani, tiba-tiba pintu kamar mandiku diketuk dari luar.
“Denis.. Kamu lagi mandi ya? Sori mengganggu lagi. Kamu ada sabun cuci muka nggak? Aku lupa bawa tadi..”, terdengar suara Santi memanggil.
Aku kaget! Wah, mana udah mau klimaks, eh Santi ngetuk pintu. Buyar deh imajinasiku yang sudah kubangun dari tadi. Wah, pasti Santi sudah pakai baju lengkap lagi seperti tadi, tidak telanjang seperti dalam bayanganku. Tapi nggak apa-apa deh, kan aku bisa ngeliat Santi lagi jadinya. Aku lingkarkan handuk di pinggangku untuk menutupi penisku yang tegang, lalu aku ambilkan sabun cuci mukaku untuk Santi.
“Ini San, sabun cuci mukanya”, kataku sambil membuka pintu.
Wahh.. ternyata Santi hanya mengenakan handukku yang kuberikan tadi, bukannya berpakaian lengkap! Rejeki lagi nih! Dengan balutan handukku yang tidak terlalu lebar itu, tampak kulitnya yang benar-benar putih mulus. Handukku hanya menutupi dari dadanya sampai sekitar 15 cm di atas lututnya. Tampak olehku pahanya yang begitu indah. Rambutnya yang basah juga memberi efek yang membuatnya semakin kelihatan seksi.. Tanpa bisa dibendung, penisku menjadi semakin tegang lagi..
“Makasih Denis.. Wah, bener-bener sori ya, jadi ngeganggu mandimu..”, kata Santi lagi.
“Ehm.., nggak apa-apa kok San.”, jawabku terbata-bata karena nggak kuat menahan nafsuku..
Tanpa kusadari, penisku semakin menyembul dan membuat handukku hampir copot. Jarakku dengan Santi waktu itu sangat dekat, sehingga penisku yang sudah berdiri itu menyentuh bagian perut Santi (penisku dan perut Santi sama-sama masih tertutupi handuk). Santi kaget, karena ada sesuatu yang menekan perutnya.
“Eh, aku mandi lagi ya No.”, kata Santi buru-buru dengan muka yang memerah. Sepertinya dia malu campur bingung.
“Mmm, iya.., aku juga mau mandi lagi”, jawabku juga dengan penuh malu.
Santipun kembali ke kamar mandinya, dan aku juga masuk lagi ke kamar mandiku.
Di dalam kamar mandi aku berpikir, apa kira-kira tanggapan Santi atas kejadian tadi ya? Apa dia akan lapor ke Danis kalau aku berbuat kurang ajar? Apa dia marah sama aku? Atau apa? Aku jadi takut.. Setelah termenung beberapa menit, akhirnya aku memutuskan untuk melanjutkan apa yang kukerjakan tadi. Masalah nanti ya urusan belakangan. Baru saja aku mau mulai untuk onani lagi, pintu kamar mandiku diketuk lagi.
“Denis.., sori mengganggu lagi. Aku ada perlu lagi nih”, kata Santi dari luar.
“oh iya, bentar..”
Sekarang aku pakai CD & celana pendekku. Aku nggak mau terulang lagi kejadian memalukan tadi. Aku keluar dari kamar mandi.
“Ada apa San? Apa lagi yang ketinggalan? Mau pinjem CD?”, candaku pada Santi.
“Ah, kamu ada-ada aja.”, kata Santi sambil tertawa. Hhh.., manis sekali senyumannya itu.. Btw, dia masih mengenakan handuk seperti tadi. Seksi..!
“Gini No.. Waktu aku minjem sabun cuci muka tadi, aku tau kalo kamu sempat.. mm.. apa ya istilahnya? Terangsang?”, kata Santi.
“Hah? Apa? Maksudnya gimana? Aku nggak ngerti?”, tanyaku pura-pura bego.
“Nggak apa-apa kok No. Nggak usah malu. Kuakui, aku tadi juga sempat membayangkan “itu” mu waktu aku masuk kamar mandi lagi.
Aku bahkan hampir saja mau.. mm.. masturbasi sambil mbayangin kamu. Tapi kupikir, ngapain pake tangan sendiri, kalo “barang”nya ada di sebelah?”, jawab Santi.
“Hhhaahh? Apa maksudmu San? Aku jadi makin bingung? Aku nggak”
Belum sempat aku menyelesaikan kalimatku, Santi sudah meraba penisku dari luar celana pendekku.
“Ini yang kumaksud, Denis! Burungmu yang tegang ini! Aku menginginkannya!”, kata Santi sambil terus meraba-raba dan meremas penisku.
“hhmm.., Santi.. kamu..”
“Denis.. Walaupun aku pacarnya Danis, kamu nggak usah malu begitu. Sejak bertemu denganmu di Djokdja ini, aku selalu membayangkanmu dalam setiap fantasi seksku. Bukannya aku nggak cinta Danis. Tapi dengan membayangkan sesuatu yang “tabu”, biasanya aku selalu menjadi begitu terangsang, dan selalu kuakhiri dengan masturbasi sambil membayangkan bercinta dengan saudara kembar pacarku sendiri.
Denis.. saat ini sudah lama kutunggu-tunggu. Aku selalu membayangkan bagaimana rasanya mengulum burungmu dalam mulutku. Bagaimana rasanya memainkan burungmu dalam vaginaku.. hhmm.. You’re always on my fantasy, Denis..”, cerocos Santi sambil semakin kuat meremas penisku (masih dari luar celana pendekku).
“Ohh.., oohhmm.., Santi.. Aku.., juga.. selalu membayangkanmu dalam setiap onaniku. Aku nggak tahan melihat kecantikan dan keseksianmu, sejak pertama kali aku bertemu denganmu. Aku cemburu dengan Danis. Aku selalu membayangkan tubuhmu yang putih, halus, lembut, dan seksi ini.. Aku menginginkanmu Santi..”, jawabku sambil meraba bahu dan tangannya yang begitu halus dan lembut.
Kemudian tanpa berpikir lagi, aku raih rambutnya dan kutarik mukanya ke mukaku, dan kucium Santi dengan buas. Kulumat bibirnya yang merah dan mungil itu. Inilah pengalaman pertamaku mencium wanita. Rasanya benar-benar nikmat sekali. Apalagi tangannya masih terus meremas penisku yang sudah berdenyut-denyut dari tadi.
“Hmmpp.., mmhhmmhh..”, Santi juga membalas ciumanku dengan lumatan bibirnya dan lidahnya bermain-main di dalam mulutku.
Aku terus menghisap bibir & lidahnya, dan tanganku mulai meraba payudaranya yang masih tertutup handuk. Payudaranya cukup besar. Belakangan kuketahui ukurannya 34B. Terasa putingnya yang mengeras dari balik handuk.
“Ohh.. Denis.. remas susuku! Remas, Denis.. Ohhmmhh..”,
desah Denis di telingaku, semakin membuatku bernafsu.. Tanpa pikir panjang, langsung kulepaskan handuk Santi, sehingga tampaklah di depan mataku keindahan tubuh telanjang Santi yang selama ini hanya ada dalam fantasiku.
“Santi.. kamu sunguh-sungguh cantik.. Aku menginginkanmu..”.
Aku pun langsung menerkamnya dan tanpa membuang waktu langsung kuhisap payudaranya yang bulat & padat itu. Sebelumnya aku hanya dapat membayangkan betapa indahnya payudara Santi yang sering mengenakan kaos ketat itu. Bahkan pernah sekali dia mengenakan kaos ketat tanpa BH, sehingga tampak samar-samar putingnya yang merah olehku waktu itu.
“Denis.. Mmmhhmm.. Kamu benar-benar hebat Denis.. Bahkan Danis tidak pernah bisa membuatku jadi gila seperti ini.. Ooohh.. hisap putingku Denis. Jilat.. hhmm..” jerit Santi yang sudah benar-benar penuh nafsu birahi itu.
Aku terus menjilati dan menghisap payudaranya, dan sekali-sekali kugigit karena gemas, sehingga payudaranya menjadi merah-merah. Tapi Santi tidak marah, malah sepertinya ia sangat menikmati permainan mulutku.
Bosan bersikap pasif, Santi pun melepaskan celana pendekku dengan penuh nafsu, sehingga tampaklah olehnya penisku yang sudah berdiri tegak hingga keluar dari pinggang celana dalamku.
“Besar sekali burungmu Denis! Wow.. Lebih besar dari pacarku yang dulu. Bahkan lebih besar dari punya Danis! Kukira punya sudah yang terbesar yang ada!”, puji Santi dengan mata berbinar ketika melihat penisku.
Santi menarik CDku hingga lepas, berlutut di depan penisku dan langsung menjilati telorku yang penuh bulu itu.
“Aahhmm.. enak sekali Santi..! mmhhmm.. Kamu memang hebat sekali..”,
aku meracau kenikmatan sambil terus membelai rambutnya yang indah.
“oohhmm.. aku suka sekali burungmu Denis.. besar, panjang, dan hitam.. oohhoohhmm..”,
Santi memasukkan penisku ke mulutnya yang mungil, dan menghisapnya dengan kuat.
“Ahh.., Santi.. AAhhmmhh..”,
aku benar-benar dalam puncak kenikmatan yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Kenikmatan onani hanyalah sepersekian dari kenikmatan dihisap dan dijilat oleh mulut dan lidah Santi yang sedang mengulum penisku ini.
Santi dangan penuh semangat terus menghisap penisku, dan karena ia memaju mundurkan kepala & badannya dengan kencang, tampak olehku payudaranya bergoyang-goyang kesana kemari.
Ketika aku hampir mencapai klimaks, langsung kutarik penisku dari mulutnya, dan kupeluk Santi erat-erat sambil menjilati & menciumi seluruh mukanya. Mulai dari keningnya, matanya, hidungnya yang mancung, pipinya, telinganya, lehernya, dagunya, dan kuteruskan ke bawah sampai akhirnya seluruh tubuhnya basah oleh air liurku dan di beberapa tempat bahkan sampai merah-merah karena hisapan dan gigitan gemasku. Santi benar-benar menikmati perlakuanku terhadap tubuhnya, terutama ketika aku menjilati dan menghisap daun telinganya. Dia benar-benar merinding ketika itu.
“oohh Denis.., kamu hebat sekali.. Belum pernah ada sebelumnya yang bisa membuatku orgasme tanpa perlu menyentuh vaginaku. Ohhmm.. you’re the greatest..!”, kata Santi lagi.
Setelah beristirahat sejenak, aku mulai menjilati vagina Santi.
“Deniso.. nikmat sekali.. kamu hebat sekali memainkan lidahmu.. mmhhmm.. aahhgghh..”, Santi benar-benar menikmati permainan lidahku yang mengobok-obok vaginanya dengan buas.
“Santi.., boleh aku memasukkan penisku ke dalam” belum selesai kata-kataku, Santi langsung memotong.
“Nggak usah minta ijin segala, masukin burungmu yang gede itu ke vaginaku cepat, Denis!”, potong Santi sambil memegang penisku dan mengarahkannya ke lobang vaginanya.
“Ahh.. sempit sekali Santi.. Mmmgghh..”, vaginanya benar-benar menjepit penisku dengan kencang sekali, sehingga sensasi yang kurasakan menjadi benar-benar tak terlukiskan dengan kata-kata. Pokoknya enak banget!!
“Ooohh Denis.. burungmu besar sekali!! HHhhmmhh.. aahh.. nikmat sekali Denis!”
Perlahan-lahan, aku pun mulai menggoyangkan pantatku sehingga penisku yang gede dan hitam mulai mengocok-ngocok vaginanya. Santi pun juga menggoyangkan pantatnya yang putih mulus itu sehingga makin lama goyangan kami menjadi semakin cepat dan buas.
“Diinoo.. hh.. hh.. hh.. aku suka burungmu! mmhh.. lebih cepat, cepat.. keras.. aku.. hhoohhmmhh..”,
racauan Santi makin lama makin tidak jelas.
“Aku hhaammpir keluuaar.. Santiiii.. hhmmhh..”,
campuran antara goyangan, desahan, dan tampang Santi yang benar-benar seksi, merangsang, dan penuh keringat itu membuatku nggak tahan lagi.
“Keluarkan di dalam saja, Denis.. Aku jugaa.. mauu.. sampai.. hh..”.
“AAHHMMHH.. AARRGGHH.. OOHHMMHH.. NIKMAAT SEKAALLII.. AAHHMMHH..!!” kami berdua mencapai klimaks pada saat yang bersamaan.
Setelah permainan yang dahsyat itu, kami sama-sama terlelap di kamarku.
Sewaktu terbangun ternyata hari sudah malam. Santi langsung pulang karena takut kos-kosannya sudah dikunci kalau kemalaman. Tapi kami berjanji untuk bertemu lagi esok hari, karena kami berdua masih ingin melanjutkan hubungan yang
“tabu” ini. Kami sama-sama menikmatinya. HHmm.. Can’t wait ’til tomorrow comes..
